(a) pemerintah, dalam hal ini kementerian/lembaga selaku pemilik dan pengelola aset ;
(b) Dirjen Perbendaharaan Negara dan Dirjen Kekayaan Negara pada Kementerian Keuangan, selaku penaksir nilai ;
(c) instansi pemeriksa (Inspektorat, BPKP, BPK-RI) selaku instansi penilai akuntabilitas aset. Identifikasi permasalahan dalam pengelolaan aset, beserta action yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut ;
(b) Dirjen Perbendaharaan Negara dan Dirjen Kekayaan Negara pada Kementerian Keuangan, selaku penaksir nilai ;
(c) instansi pemeriksa (Inspektorat, BPKP, BPK-RI) selaku instansi penilai akuntabilitas aset. Identifikasi permasalahan dalam pengelolaan aset, beserta action yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut ;
1.Kurangnya tingkat akurasi nilai aset yang dikelola.
Permasalahan ini disebabkan karena tidak tertibnya pencatatan aset. Seperti diketahui bahwa untuk organisasi public seperti pemerintah, masih terdapat banyak kelemahan dalam hal pencatatan aset. Padahal hal ini penting, karena pencatatan aset, yang mana nilainya akan menjadi neraca barang, dan kemudian digabungkan dan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan laporan keuangan kementerian/lembaga.
Poin satu, tertib pencatatan ini harus dimulai sejak dari tahap pengadaan, pada tahap pengadaan mengenai detail spesifikasi dari aset harus dirinci dengan dengan jelas, baik untuk aset tidak bergerak maupun untuk aset tidak bergerak. Masih banyak kelemahan dalam hal ini, antara lain terdapat kesalahan penulisan spesifikasi ataupun ukuran kuantitas pada kontrak, padahal ini menjadi sangat kruisal dan berpengaruh untuk proses selanjutnya.
Poin kedua, kementerian/lemabaga selaku pemilik dan pengelola barang milik Negara tidak tertib dalam masalah penilaian pencatatan barang milik Negara. Terdapat peraturan khusus yang mengatur dalam hal pencatatan dan rekonsiliasi barang milik Negara, yaitu PMK No. 102/05.PMK/2009 Tentang Tata Cara Rekonsiliasi Barang Milik Negara. Pentingnya penilaian dan rekonsiliasi ini adalah agar dapat diketahui nilai wajar sesungguhnya dari nilai aset. Pihak pengelola barang milik Negara sering menganggap remeh mengenai penilaian dan rekonsiliasi. Padahal dengan rekonsiliasi dapat diketahui nilai kesesuaian nilai aset dengan nilai wajar.
Dengan demikian dapat diketahui apakah aset tersebut perlu dilakukan penilaian ulang atau tidak. Dan yang penting adalah mengenai rekonsiliasi ini menjadi salah satu komponen yang menjadi obyek pemeriksaan dari instansi pemeriksa (Inspektorat, BPKP, BPK-RI). Apabila tidak terdapat kesesuaian mengenai rekonsiliasi dengan Dirjen Kekayaan Negara, maka hal ini dapat diangkat menjadi temuan. Adanya temuan instansi pemeriksa ini akan bermuara pada penilain Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.
2. Ketidakjelasan status aset yang dikelola.
Aset pemerintah, selain terdapat di pusat juga banyak tersebar di daerah. Aset didaerah ini digelontorkan ke daerah dengan mekanisme dana dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan urusan bersama, serta dalam bentuk dana alokasi khusus, yang pemanfaatannya digunakan untuk menunjang jalannya urusan pemerintahan.
Poin satu, hal ini bisa menjadi masalah yaitu ketika aset pusat yang berada di daerah tidak segera dilakukan penghibahan. Pemerintah daerah, ketika akan melakukan penganggaran untuk pemeliharaan aset pusat tersebut, tidak bisa dilakukan begitu saja, dikarenakan aset terebut adalah aset pusat maka untuk anggaran pemeliharaan tidak bisa diambilkan dari daerah. Apabila anggaran pemeliharaan ini diambilkan dari pusat, di tingkat pusat tidak terdapat alokasi untuk pemeliharaan. Hal ini yang menyebabkan banyak aset pusat di daerah banyak mengalami kerusakan meskipun umur pakainya masih sedikit, karena kurangnya pemeliharaan. Oleh karena itu, sejak dilakukan penganggaran terhadap rencana pengadaan barang milik Negara, perlu disiapkan pula mekanisme hibah/penyerahan ke daerah agar tidak terjadi permasalahan di belakang, yang mana akan bermuara pada opini instansi pemeriksa atas laporan keuangan kementerian lembaga. Mekanisme hibah ini akan menjadikan jelas mengenai status aset (barang milik Negara/daerah) apakah menjadi milik pusat atau daerah, sehingga alokasi untuk anggaran pemeliharaan dapat diyakini akuntabilitasnya.
Poin dua, hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah masih rendahnya nilai tawar dari instansi pemerintah dalam hal ketika terjadi tukar guling atas aset, terutama aset tidak bergerak. Seperti kita ketahui bersama, banyak aset-aset pemerintah berupa aset tidak bergerak yang menyusut atau bahkan lenyap begitu saja ketika terjadi tukar guling dengan pihak instansi lain ataupun pihak swasta. Dalam hal ini terdapat indikasi adanya tindakan korupsi/suap dari pengelola ataupun pemangku jabatan pada kementerian/lembaga/instansi daerah. Hal lain adalah lemahnya tindakan/pengetahuan hukum dari pengelola aset mengenai tekhnis tukar guling aset. Tukar guling aset adalah hal yang rumit, karena hal ini berkaitan dengan taksiran nilai dan kuantitas. Selain itu untuk aset tidak bergerak juga berkaitan dengan lembaga lain yang berkompeten, yaitu Badan Pertanahan Nasional. Diperlukan kecakapan dari pihak seumber daya manusia pengelola aset, agar tidak terjadi kerugian dalam hal tukar guling ini.
3. Kurang optimalnya penggunaan Barang Milik Negara dalam rangka mendukung tugas pokok dan fungsi pemerintah.
Terdapat kekurang cermatan sejak dari perencanaan pengadaan barang milik Negara/daerah yang berakibat pada kurang optimalnya fungsi penggunaan aset. Pada proses perencanaan, masih dijumpai kurang cermat dalam pemilihan aset yang akan diadakan, sehingga setelah proses perolehan aset, ternyata kurang bisa berfungsi optimal untuk menunjang pelaksanaan kinerja pemerintah. Hal ini sering terjadi untuk aset-aset yang dianggarkan di pemerintah pusat namun penggunaan untuk di daerah dengan melalui mekanisme dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan urusan bersama. Misalnya untuk aset-aset bergerak yang membutuhkan jaringan listrik ataupun jaringan internet, di dalam perencanaan seharusnya sudah bisa dipetakan apakah aset yang dianggarkan tersebut bisa digunakan di daerah.
4. Kurang optimalnya pemanfaatan dan pemindahtanganan Barang Milik Negara dalam rangka menghasilkan pendapatan Negara.
Setelah terjadi perolehan aset, sering tidak difungsi-gunakan dengan baik oleh pemerintah. Antara lain disebabkan karena pihak pengelola tidak mempunyai kapabilatas yang baik dalam memfungsi-gunakan aset.
Poin satu, perlu adanya peningkatan kemampuan tekhnis dari user ataupun pengelola aset agar dapat mengoperasikan aset sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi kinerja pemerintahan. Hal ini sering terjadi untuk aset berupa aset bergerak klasifikasi aset tak berwujud, berupa aplikasi computer. Pemerintah mempunyai banyak aset berupa aset tak berwujud, yang mempunyai fungsi guna sebagai tools dalam menunjang kinerja pemenrintahan, namun aset ini sering tidak didayagunakan dengan baik karena rendahnya kualitas sumber daya manusia, ataupun kurang bagusnya pengelolaan sumber daya manusia itu sendiri. Hal ini sering terjadi di daerah. Instansi daerah, sering tidak memperhatikan kekhususan keterampilan dari sumber daya manusia dalam hal penempatan pada wilayah kerja. Ataupun sdm yang menguasai mengenai aset tak berwujud tersebut ditempatkan pada tempat lain yang tidak berhubungan sama sekali dengan aset tersebut. Poin kedua,sering terjadi tidak tertibnya dalam hal penguasaan aset, terutama untuk aset dalam penguasaan pejabat yang purna tugas, ataupun aset yang digunakan oleh pihak ketiga. Hal ini dikarenakan kurang tegasnya dari pihak pengelola aset untuk menarik kembali aset yang telah selesai dalam masa pakai.
5. Meminimalisasi terjadinya kerugian Negara sebagai akibat dari pengelolaan Barang Milik Negara.
Banyak terdapat aset-aset yang mempunyai masa pakai masih sedikit, namun yang banyak mengalamai kerusakan ataupun tidak dapat digunakan. Poin satu, tidak berfungsinya aset-aset yang masa pakai masih sedikit ini sebagai akibat dari kurangnya pemeliharaan dari aset. Apabila hal ini terjadi pada aset tidak bergerak seperti gedung, apabila gedung rubuh tidak hanya terdapat kerugian materiil namun juga kerugian jiwa. Poin dua, kurang tertibnya dari mekanisme inventarisasi barang milik negara baik di tingkat pusat ataupun daerah. Pentingnya inventarisasi harus dilakukan agar diketahui secara jelas nilai aset/kekayan negara yang saat ini berada di penguasaan kementerian/lembaga ataupun instansi daerah. Banyak aset-aset di tingkat pusat ataupun di daerah yang tidak diketahui keberadaanya, dan hal ini sudah menjadi temuan bagi instansi pemeriksa BPK-RI. Permasalahan ini dikarenakan tidak tertibnya pengelola barang pada kementerian/lembaga dan instansi daerah. Hal yang dapat dilakukan adalah menempatkan sdm yang mempunyai kapabilitas yang memadai dalam hal pengelolaan barang milik Negara/daerah, serta meningkatkan kapasitas sdm dengan memberikan kediklatan pengelola barang.
sumber ; tim pengelola aset pada kementerian dalam negeri
0 komentar:
Posting Komentar